Kamis, 01 Oktober 2009

Marah atau tidak.doc

Marah atau tidak
( Sebuah Pilihan . . . . )


Pada suatu sabtu sore, seorang ayah pulang dari kerja, sebelum sampai di rumah sang ayah tadi mampir bermain tennis bersama dengn teman-teman kantornya yang memang merupakan suatu jadwal yang rutin diantara teman-teman dikantor sang ayah tadi. Sementara itu di rumah sang istri mengerjakan beberapa pekerjaan rumah setelah ia juga pulang bekerja pada siang harinya. Sebelum pulang ke rumah sang ayah menelpon sang istri untuk masak air panas buat mandi karena setelah berolahraga dan berkeringat memang enak sekali mandi dengan air panas.

Sang istri nampak tidak keberatan untuk memasakkan air buat sang ayah karena memang bukan keiatan yang susah dan melelahkan, tinggal mengisi air dalam teko lalu menempatkannya di atas kompor dan nyalakan api kompor, beres deh.

Tetapi semuanya tidak seperti yang diharapkan, sang istri dirumah bermain dengan anaknya yang memang sedang lucu-lucunya. Sampai tidak disadari kalau sang istri tadi lupa menyalakan api dalam kompornya hingga sang ayah sampai dirumah ternyata sang istri juga belum tersadar juga. Sang ayah marah besar karena mengira sang istri menyepelekan tugas darinya dan tidak menghormatinya, bahkan mucul kata-kata kotor yang memang sangat mudah keluar dari orang yang lelah. Sang istri hanya termenung dan berusaha memperbaiki kesalahannya dengan menyalakan api kompor dan tentunya minta maaf kepada sang ayah.

Dari cerita di atas sang ayah yang marah kepada sang istri yang lupa menyalakan api kompor, jadi kenyataan tidak bisa seperti yang diharapkan walaupun kalau kita pikir hanya akan beda beberapa menit saja.

Apakah marah sang ayah sebanding dengan kesalahan yang diperbuat oleh sang istri? Toh sang istri lupa menyalakan api kompor Karena sedang bersama dengan anaknya, tentunya kita tahu bersama dengan sang anak saat lucu-lucunya adalah kesempatan yang sangat berharga sekali dan tentunya sayang untuk dilewatkan.!

Bukankah semuanya akan lebih indah dengan segera memaafkan dan menyalakan sendiri api dikompor lalu sambil menungu air panas bermain sejenak dengan anak dan istri?

Bukankah tidak ada energi yang terbuang percuma jika kita segera memaklumi kesalahan yang sebenarnya mungkin nggak pantes kita katakan sebagai kesalahan tersebut ?

Bukankah tidak ada satu orangpun terluka atau merasa dimarahi jika kita menganggap itu masalah yang kecil (yang memang sebenarnya kecil) dan bisa dengan segera diatasi?

Terkadang memang kita tidak menyadari permasalahan tersebut sehingga secara tidak kita sadari kita menyakiti orang lain, membuang energi kita percuma hanya untuk marah.

Menyakiti orang lain….. tu yang sering sekali kita tidak menyadarinya, hal yang menurut kita benar (maksutnya tentang marah) dan kita sangat PD dalam melakukannya kita tidak menyadari bahwa ada orang lain yang merasa terluka, dimarahi dan kemungkinan tersingung.





Bukankah saat kita akan marah ada pilihan yang lain? Pasti ada !!!! hanya karena pikiran kita dan otak kita yang tidak sanggup menguasai emosi dan kelelahan tubuh. Sebenarnya malah kemampuan yang luar biasa dimiliki oleh sang istri tadi yang tidak membalas marah sang ayah. Dia memilih untuk menyelesaikannya daripada harus mempanjang dan tentunya akan ada pihak yang merasa terluka lagi dan lebih ruginya lagi energi kita terkuras habis hanya untk mengerjakan hal-hal percuma.

Berarti selalu ada pilihan lain dari pada marah yang tentunya lebih baik, lebih tidak melukai, lebih tidak membuang energi percuma dan tentunya lebih menyelesaikan. SETUJU…. ?


Setelah teks ini saya terbitkan bebera minggu ada salah satu murid saya yang bertanya tentang teks ini, begini pertanyaannya “ kalau seorang guru memilih marah kepada muridnya apakah itu juga melukai dan membuang energi dengan percuma?”

Anak-anakku tentunya ada alasan bapak-ibu guru “marah” kepada kita. Saya cenderung tidak setuju kalau dikatakan guru itu marah. Karena sebenarnya apa yang dilakukan bapak ibu guru kita semata-mata untuk kebaikan kita. Nah sebagai pelajar tentunya kita butuh bimbingan dan pimpinan dari bapak ibu guru, mungkin kalian akan mengerti tujuan dan maksud bapak-ibu guru “marah” terhadap kalian beberapa lama kemudian atau malah saat kalian nanti sudah berpisah jauh dan lama dengan bapak-ibu guru. Kalian akan mengerti dan memahami bahwa “marah” bapak-ibu guru semata-mata untuk kebaikan kita. Yakinlah itu……. ! dan satu lagi Guru yang sebenar-benarnya guru adalah yang mengorbankan kehormatannnya sendiri untuk dibilang galak, kejam dan tidak kenal kasihan oleh murid-muridnya hanya untuk kebaikan kalian sebagai murid yang menjadi kebanggaan sang guru tadi. Kalian akan mengerti itu setelah lama sekali atau bahkan kalian tidak akan mengerti sama sekali padahal “kegalakan” dan “kemarahan” guru tersebut sudah memberi virus maha dasyat untk kebaikan dan kemajuan kita. Ingat itu….!

Label:

Bukan Antara kita dan mereka tapi.doc

Bukan Antara kita dan mereka tapi . . . . .

Suatu saat saya membaca sebuah artikel yang begitu memotivasi saya tentan hubungan saya dengan sesame dan dengan Tuhan.
Ada beberapa kalimat yang menyentuh saya . . .
Orang sering sulit dimengerti, tidak pikir panjang dan selalu memikirkan diri sendiri, namun demikian... ampunilah mereka. Bila anda baik hati, mereka mungkin menuduh anda egois, atau punya mau, namun demikian... tetaplah berbuat baik.
Bila anda jujur dan tulus hati, orang mungkin akan menipu anda, namun demikian... tetaplah jujur dan tulus hati.
Kebaikan anda hari ini sering dilupakan orang, namun demikian... teruslah berbuat kebaikan
Dan artikel tersebut diakhiri dengan kalimat yang menurut saya sangat mengejutkan ( Pada akhirnya...Perkaranya adalah antara anda dan Sang Khaliq... dan bukan antara anda dan mereka“.)
Terkadang kita akan menyerah untuk berbuat jujur ketika kejujuran kita hanya dianggap sebagai bualan saja dan lebih mengerikan lagi kalau kejujuran kita dikatakann orang „ada maunya“
Terkadang kita secepatnya menyimpulkan kalau perbuatan baik kita tidak ada artinya saat dengan gampangnya orang lain melupakan bahkan menodai perbuatan baik kita terhadap mereka.
Terkadang kita secepatnya putus asa saat orang yang pernah kita bantu melukai kita.

Mari kita kembali melihat hakikat dari berbuat baik, jujur, ketulusan itu kita dedikasikan untuk siapa?
Apakah kita berbuat baik supaya orang lain berbuat baik kepada kita?, apakah kita berbuat jujur agar orang lain berbuat jujur juga buak kita, apakah kita tulus hati agar orang lain juga tulus hati dengan kita? Kalau memang seperti itu, apakah bedanya kita dengan sekawanan perampok atau penjahat di luar sana? Mereka juga berbuat baik kepada temannya agar temannya berbuat baik juga untuk mereka, mereka juga berbuat jujur untuk kapa temanya agar mereka juga saling berbuat baik diantara sekawanan pnjahat itu!
Jadi marilah kita luruskan dan mencoba mengarahkan kepda tempat yang semestinya, yaitu ketika kita berbuat baik , jujur, tulus itu semata-mata untk kemuliaan nama Tuhan bekan untuk sesama, karena selama semua yang kita lakukan itu kita dedikasikan dan kita spesialkan untuk Tuhan maka, kita tidak akan pernah kapok atau berhenti untuk berbuat baik meskipun orang lain melakukan hal yang sebalikna dari yang pernah kita lakukan buat mereka.
Jadi benarlah akir dari sebuah artikel yang saya baca bahwa pada akhirnya adalah antara kita dengan Tuhan bukan antara kita dengan orang lain.

Label: